Selamat malam travel blogger
Kali ini saya mau berbagi pengalaman hunting air terjun.
Lombok memang bukan hanya tentang pantai yang indah ataupun
tentang deretan bukitnya yang mempesona. Namun masih ada spot-spot keren
lainnya, salah satunya air terjun. Mulai dari air terjun yang mudah dicapai
hingga yang sulit di jangkau, bahkan ada yang harus megorbankan darah untuk
bisa sampai di sana. Nggak percaya? saya nih bukti nyata yang masih hidup.
|
no comment |
Hari minggu kemarin, setelah mengikuti kegitan komunitas
beraksi yang fokus campaign cegah merariq kodeq melalui literasi yang
dilaksanakan oleh gabungan dari beberapa komunitas seperti BIAP ( buku ini aku pinjam), Kelas Inspirasi Lombok, aliansi remaja indonesia, 1000 guru, teman
baca, mayung duta damai, ukm pikm-cerah, forum anak nasional, dan tentu saja
laskar bintang sebagai tuan rumah di tete batu. Maafkan yang belum di sebut ya,
lupa sebagian lainnya. oke back to main topic. Jadi setelah ikut kegiatan
tersebut, saya dan beberapa teman lokal disana pergi ke air terjun.
|
abaikan yang di depan |
Seharusnya kami pergi ke air terjun jeruk manis yang memang
dekat dengan lokasi perkemahan, namun karena pernah mengunjungi air terjun itu
maka diputuskan mengunjungi air terjun lainnya. letaknya memang berbeda arah
dari lokasi perkemahan, namun searah dengan basecamp laskar bintang.
Kami berangkat pukul 11.00 wita, tiba dilokasi sekitar 25
menit kurang lah. Saran saya, jangan datang saat hujan jika tidak ingin
mengalami kejadian seperti yang saya alami. Pasalnya, jalannya persawahan
dimana jika hujan jalanan berubah menjadi becek.
Kami tiba di sebuah rumah yang menjadi tempat parkir
sekaligus tempat membeli tiket masuk. Kemudian berjalan menyusuri sedikit areal
persawahan dan tiba di jurang yang telah di tata membentuk tangga dengan
bantuan bambu ala kadarnya. Namun menurut saya, ini lebih terkesan alami.
Tiba di bawah, saya melihat ada sebuah berugak. Saya pikir
kita sudah sampai namun ternyata itulah awal pertualangan di mulai. Kami menyusuri
jalanan di atas tepi sungai kemudian mentok disebuah tangga bambu yang mengarah
turun ke aliran sungai.
|
duh jalannya |
What? kita berjalan di dalam sungai yang airnya
berwarna kuning akibat hujan. Duh horor
deh kalau tiba-tiba ada ular yang nongol wkwkw.
Mau tidak mau ya harus mau. Sayalah yang ngotot ingin datang
kesini. Bismillah, sayapun turun dan langsung berteriak. Bukan lebay loh. Coba kalian
banyangkan jalan didalam air lalu tiba-tiba kaki tenggelam ke dalam tanah
berpasir. Masih mending jika kedalamnnya hanya selutut, ini hampir melewati
pinggang, atau mungkin saya yang pendek ya? heheh namun udah terlanjur, last
choose hanyalah terus melanjutkan perjalanan.
|
squad kece |
Mungkin karena kita rame, jadi tidak begitu takut. Treknya itu
kayak di film ular anakonda. Kita melewati aliran sungai yang atasnya tertutupi
tebing yang hampir membentuk gua. Perjalanan selama 10 menit atau lebih barulah
kita tiba di air terjun.
|
foto paling bagus |
Selamat datang di air terjun tibu sarang walet. Alirannya
persis di apit tebing yang hampir bersatu membentuk gua-gua. Warnanya coklat
akibat hujan yang turun. Temen perjalanan kali ini gak ada takut-takutnya. Mereka
naik tebing yang ada di dekat aliran air terjun dan melompat di kolam yang terbentuk sekitaran deburan air
terjun. Kolam ini mempunyai kedalaman sekitar
atas pinggang hingga ada yang sampai leher.
|
berani kotor itu baik |
Berkunjung kesini itu rasanya sepeti flashback masa kecil
dulu. Kami yang dulu tidak takut mandi dan menyusuri sungai yang jarang di
lewati orang. Mandi di sungai yang airnya berwarna coklat, ah pokoknya persis
masa lalu. Gerimis mulai turun, kami pun bergegas kembali. Hujan turun dengan
deras saat kami tiba di lokasi parkir. Benar-benar mengulang masa kecil saat
berlarian gembira dibawah derai hujan.
|
behind the scene, fotografer kami |
Sekembalinya, saya langsung kembali ke mataram, maklum tidak
bawa pakaian ganti. Dua jam kemudian barulah tiba di mataram dan selama dua jam
itu darah saya diambil entah sejak kapan. Ketika membuka kaos kaki, saya
melihat benda kecil berwarna hitam di tumit. Refleks saya kaget berteriak dan
menyepaknya.
|
fotografer kami juga di gigit lintah |
Serius, rasanya jantung saya bergedup hebat makin ngeri
ketika melihat benda itu bergerak. Ya ampuuun, Makhluk kecil yang saya takuti
sudah menempel dan menghisap darah saya selama dua jam lebih yang entah sejak
kapan dia bertengger. Tidak ada rasa sakit sama sekali, dan saya baru sadar
bekas gigitannya mengeluarkan darah selama 4 jam tak henti. Oh my god, dasar
pacet, dasar lintah. Darah saya mahal.
foto taken by suyud saputra bakti
Komentar